Teknologi AI Bisa Berperan untuk Memitigasi Ancaman Siber

Teknologi AI Bisa Berperan untuk Memitigasi Ancaman Siber

(artificial intelligence/AI)

Inspirasi Gue - Teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) bisa berperan penting dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas pekerjaan di era transformasi digital. Salah satunya, teknologi AI pun bisa dioptimalkan untuk memitigasi dan meningkatkan keamanan siber yang menyasar sebuah organiasi maupun perusahaan.

Microsoft, salah satu raksasa teknologi global, baru-baru ini, telah merilis Digital Defense Report 2024, sebuah laporan tahunan yang memberikan gambaran perkembangan terbaru lanskap keamanan siber global.

Laporan tersebut menyoroti tiga perubahan signifikan dalam karakteristik ancaman dan serangan siber yang terjadi di berbagai negara, mulai dari ancaman serangan siber ransomwarefraud, hingga identity and social engineering.

National Technology Officer Microsoft Indonesia Panji Wasmana mengatakan, wawasan awal pun menemukan bahwa AI bisa dimanfaatkan untuk membentuk lanskap keamanan siber, membekali para cyber defender dengan berbagai alat yang ampuh untuk mendeteksi, dan menangkal berbagai ancaman yang terus berkembang dengan ketepatan yang makin tinggi.

“Di tengah keterbatasan jumlah tenaga kerja di bidang keamanan siber, AI dapat mengurangi beban kerja dan mempercepat identifikasi dan penanganan sebuah breach, yang tanpa AI rata-rata memakan waktu 277 hari,” ujar Panji, dalam keterangannya, dikutip Jumat (1/11/2024).

Sementara itu, lanjut dia, sejumlah area utama pemanfaatan AI dalam operasional keamanan siber, misalnya, pertama, bisa dimanfaatkan untuk melindungi penyortiran permintaan dan tiket. Penggunaan model bahasa besar (LLM) untuk memutuskan bagaimana merespons permintaan dan tiket berdasarkan cara penanganan sebelumnya.

“Penggunaan LLM dalam skenario ini menghemat sekitar 20 jam per orang setiap minggu untuk salah satu tim respons internal Microsoft,” ungkap Panji.

Kedua, memperkuat penilaian risiko. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan pengetahuan organisasi yang tidak terstruktur dan preseden historis untuk memperkaya faktor-faktor yang menentukan risiko.

Ketiga, belajar dari pengalaman sebelumnya. “Menggunakan LLM untuk mengolah data terkait insiden, pelanggaran, dan peristiwa (insiden siber) sebelumnya untuk menemukan pembelajaran berharga yang membantu organisasi mendapatkan pandangan komprehensif tentang hal-hal yang sebelumnya pernah terjadi,” tuturnya.

Sementara itu, Panji juga mengingatkan bahwa persoalan keamanan siber merupakan sebuah team sport, di mana semua orang, tidak hanya tim teknologi infornasi (TI), mengambil peran penting di dalamnya. Setiap individu juga perlu punya pemahaman yang baik dalam praktik keamanan siber yang mumpuni.

Karena itu, di tengah era transformasi AI, setiap individu dihadapkan dengan berbagai kemajuan yang menjanjikan, sekaligus tantangan yang menakutkan seperti penargetan canggih yang didukung AI.

“Di sini, mengetahui tanda awal ancaman siber merupakan suatu keunggulan, dan kolaborasi antara pemerintah dengan pelaku industri menjadi kunci pertahanan siber di era AI,” ucap Panji.